Jenjang SMA adalah sebuah jenjang untuk mempersiapkan kemana masa depan kita yang sebenarnya. Mau bekerja, mau kuliah, atau mau nikah? Tiga pertanyaan itu yang akan mengiringi ketika lulus dari SMA.
Memang, mas-masa SMA menjadi masa-masa yang paling indah diantara masa-masa sekolah jenjang lain. Dan itu Saya buktikan. Banyak hal yang terjadi yang begitu mengesankan dan mungkin tak akan terlupakan. Banyak kejadian yang terjadi tetapi tidak terjadi kecuali hanya di bangku SMA.
SMA seakan membius untuk berpikir masa depan. SMA melupakan tanggung jawab dan prospek masa depan. Kelas X adalah masa-masa pengenalan, baik lingkungan, teman, sistem, gaya, atau pun sebuah peraturan. Kelas XI harusnya sudah mempersiapkan kelas XII-nya karena sudah masuk penjurusan mata pelajaran. Namun, di waktu kelas XI adalah mas-masa dimana kebanyakan semakin menjadi-jadi dan semakin melupakan tanggung jawab. Banyak yang melakukan "kenakalan, penyimpangan, pelanggaran" di kelas XI ini. Sehingga banyak yang tidak siap ketika mereka harus naik ke kelas XII.
Kelas XII adalah suatu masa dimana kita harus benar-benar memikirkan mau kemana masa depan kita. Bagi mereka yang bisa merubah kebiasaan dari kelas XI ke kelas XII yang lebih baik, maka akan siap menghadapi apa yang terjadi di masa depan nanti. Sedangkan bagi yang tidak bisa merubah kebiasaan dari kelas XI, maka akan terlanjur dan tetap tidak bisa menjalani sebagaimana kelas XII. Bisa saja semakin tambah parah kenakalan nya, semakin banyak melanggar, menyimpang dari aturan dan lain sebagainya.
Hal ini memang wajar ketika siswa melakoninya. Tapi kalau sudah terlanjur ini sama saja akan membunuh kepribadian dan akan menghancurkan masa depannya.
Bisa dilihat dari menjelang UN. Bagi yang dulunya bisa merubah, dia akan siap menghadapi UN begitupun sebaliknya.
Ketika UN sudah terlaksana, kita akan dipusingkan memilih perguruan tinggi. Itu pasti. Dan itu memang sudah menjadi sebuah siklus.
Kemudian, ketika pengumuman kelulusan diumumkan, banyak anak-anak yang terlena lagi di suasana senang nya lulus dari SMA. Sebenarnya mereka salah. Rasa senang ketika merayakan lulusan itu maksimal hanya 3 hari. Ya 3 hari saja. Setelah 3 hari itu berlalu, maka akan dibingungkan dengan nilai yang mereka raih untuk mendaftar perguruan tinggi mana. Ya kalau nilai mereka diatas rata-rata. Bagi yang dibawah rata-rata?
Untuk apa senang-senang dengan hasil lulusan? Corat-coret, konvoi, atau bahkan sampai mabuk-mabukan? Untuk apa? Toh, hari ke-4 pasti senang-senang itu sudah pergi dan sudah sirna hanya menjadi kenangan dengan coretan di seragam.
Kemudian, mereka pasti akan berpikir sekilas "ini aku mau kemana kalau nilaiku seperti ini. memilih perguruan mana? bagaimana prospeknya dan bagaimana peluangnya?". Setiap siswa tetap akan terpikirkan seperti ini, meskipun hanya sekilas.
Ini akan menjadi beban, ketika mereka belum mendapatkan sekolah yang dia inginkan. Apalagi di tahun ini, pengumuman SNMPTN tepat di hari ke-3 setelah pengumuman. Bagi yang tidak diterima program ini, maka akan menjadi sebuah pukulan dan peringatan bagi mereka untuk tidak terlena lagi. Dan, hari ke-4 seterusnya maka mereka akan disibukkan dengan pusing tentang memilih jurusan dan prodi
mana yang akan mereka ambil di program SBMPTN. Dan celakanya lagi, bagi mereka yang tidak siap dengan ujian tulisnya, yang tingkat kesulitannya 3 bahkan 5 kali lipat dari UN.
Tapi, bagi mereka yang sudah diterima SNMPTN atau program lain, mereka akan menikmati hasilnya dengan menunggu tahun ajaran baru dimulai. Sebuah kejadian krusial di masa-masa SMA. Dan sebuah pelajaran berharga untuk menghargai waktu, pelajaran tentang arti bersyukur, dan sebuah pelajaran tentang arti berusaha dan berdoa.
sma itu... sesuatu yah......
BalasHapus